A. PENGKAJIAN
PADA SISTEM SENSORI PERSEPSI MATA
Ada
tiga bidang pengkajian oftalmik yang ditujukan pada system sensori persepsi
mata, meliputi : pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik oftalmologi,
serta diagnostic khusus oftalmologi dan prosedur refraktif.
1. Riwayat
kesehatan
Sebelum
melakukan pengkajian fisik mata, perawat harus mendapatkan riwayat oftalmik,
medis, dan terapi klien, dimana semuanya berperan dalam kondisi oftalmik
sekarang. Informasi yang harus diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan
tajam penglihatan, upaya keamanan, dan semua hal yang terkait pada alasan
melakukan pemeriksaan oftalmik.
a. Riwayat
penyakit saat ini
· Klien ditanya tentang keluhan yang
menyebabkan klien meminta pertolongan pada tim kesehatan.
· Apakah ada riwayat kecelakaan atau
kerja
· Apakah ada riwayat oftalmik seperti
fotofobia, nyeri kepala, pusing, nyeri okuler atau dahi, mata gatal.
· Bila ada keluhan nyeri, dikaji
sehubungan dengan lokasi, awitan, durasi, penurunan ketajaman penglihatan,
keadaan saat nyeri timbul, upaya menguranginya dan beratnya.
· Identifikasi penurunan gangguan
tajam penglihatan atau kehilangan medan penglihatan, apakah kondisi tersebut
unilateral atau bilateral.
· Tanyakan klien apakh pernah
menjalani koreksi refraksi dan pengukuran ketajaman penglihatan.
· Apakah menggunakan lensa koreksi
untuk penglihatan dekat atau jauh.
· Asuhan yang pernah diberikan oleh
spesialis mata dan frekuensinya.
b. Riwayat
penyakit dahulu
· Tanyakan adanya riwayat pembedahan
atau adanya pukulan/ benturan pada masa lalu yang menyebabkan keluhan saat ini.
· Tanyakan tentang adanya kondisi
seperti diabetes mellitus, hipertensi, PMS, anemia sel sabit, AIDS, sklerosis
multiple yang dapat mengenai mata.
· Tanaykan pada klien tentang
penggunaan obat mata yang dijiaul bebas ataupun dengan resep yang dipakai.
c. Riwayat
psikososial
Pengkajian
psikososial terutama penting bagi perawat untuk menanyakan pertanyaan mengenai
riwayat klien, kita harus memperhitungkan efek keadaan oftalmik terhadap
aktivitas klien pada kehidupan sehari – hari dan terhadap pekerjaan. Hal – hal
yang perlu dikaji oleh perawat antara lain :
·
Evaluasi
gaya hidup klien, jenis pekerjaan, aktivitas hiburan, dan olahraga.
·
Tanaykan
apakah masalah oftalmik yang dilaporkan mengganggu fungsi yang biasa dilakukan.
·
Kaji
bagaimana klien menghadapi masalah tersebut.
·
Tanyakan
perasaan klien yang berhubungan dengan gangguan visual untuk mengkaji
keefektifan teknik koping klien.
·
Kaji
pengetahuan klien tentang penyakitnya untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
klien tentang masalahnya untuk pemenuhan edukasi.
2. Pemeriksaan
fisik mata
Perawat
menggunakan pendekatan sistematis, dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata
dan bola mata diperiksa terlebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal.
Teknik yang dipergunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakuakn dengan
instrument oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi dilakukan untuk mengkaji
nyeri tekan mata, deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta, serta
mendeteksi secara kasar tingkat tekanan intra okuler.
a)
Postur dan gambaran klien
Catat kombinasi pakaian yang tidak
lazim, yang mungkin mengindikasikan colou vision defect. Demikian juga
karakteristik postur yang menarik perhatian seperti mendongakan kepala yang
dapat merupakan tanda sikap kompensasi untuk memperoleh pandangan yang jelas.
Sebagai contoh, klien dengan double vision dapat mengangkat kepalanya ke satu
sisi sebagai usaha untuk memfokuskan pandanagn menjadi satu
b)
Kesimetrisan mata
Observasi kesimetrisan mata kanan
dan kiri. Kaji kesimetrisan wajah klien untuk melihat apakah kedua mata
terletak pada jarak yang sama. Kaji letak mata pada orbit. Periksa apakh salah
satu mata lebih besar atau menonjol ke depan.
c)
Alis dan kelopak mata
Observasi kuantitas dan penyebaran
bulu alis. Inspeksi kelopak mata, anjurkan pasien melihat ke depan, bansingkan
mata kiri dan kanan, anjurka pasien menutup kedua mata, amati bentuk dan
keadaan kulit dari kedua kelopak mata, serta pinggiran kelopak mata, catat jika
ada kelainan ( kemerahan ). Perhatikan keluasan mata dalam membuka, catat
adanya droping kelopak mata atas atau sewaktu membuka ( ptosis ).
d)
Bulu mata
Periksa bulu mata untuk posisi dan
distribusinya. Selain berfungsi sebagai pelindung, juga dapat menjadi iritan
bagi mata bila menjadi panjang dan salah arah. Dan hal ini dapat mengakibatkan
iritan pada kornea. Orang yang emnderita depigmentasi abnormal, albinisme,
infeksi kronik, dan penyakit autoimun, bulu mata akan memutih atau poliosis
e)
Kelenjar lakrimalis
Observasi bagian kelenjar lakrimal
dengan cara meretraksi kelopak mata atas dan menyuruh klien untuk melihat ke
bawah. Kaji adanya edema pada kelenjar lakrimal, perawat dapat emnekan sakus
lakrimalis dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya obstruksi duktus
nasolakrimalis, jika di dalamnya terdapat peradangan akan keluar cairan pungtum
lakrimalis. Punktum lakrimalis dapat diobservasi dengan cara menarik kelopak
mata bawah secara halus melalui pipi. ( Potter, 2006 ).
f)
Konjungtiva dan sclera
Sclera dan konjungtiva bulbaris
diinspeksi secara bersama. Jika pada konjungtiva palpebra klien dicurigai
kelainan, palpebra atas and bawah harus dibalik. Palpebra bawah dibalik denagn
cara menarik batas atas kea rah pipi sambil klien dianjurkan untuk melihat ke atas.
( Brunner, 2002 ). Amati keadaan konjungtiva, kantong konjungtiva bagian bawah,
catat bila ada pus atau warna tidak normal seperti anemis. Kaji warna sclera,
pada keadaan normal berwarna putih. Warna kekuning – kuningan dapat
mengindikasikan jaundis/ikterik atau masalah sistemik.
g)
Kornea
Observasi dengan cara memberikan
sinar secara serong dari beberapa sudut. Korne seharusnya transparan, halus,
jernih dan bersinar. Observasi adanya kekeruhan yang mungkin adalah infiltrate
atau sikatrik akibat trauma atau cedera. Cikatrik kornea dapat berupa nebula (
bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya
buatan ). Macula ( bercak putih yang dapat dilihat di kamar terang ) dan
leukoma ( bercak putih seperti porselen yang dapat dilihat dari jarak jauh ).
Jika klien sadar juga dapat dilakukan reflek berkedip.
h)
Pupil
Amati warna iris ukuran dan bentuk
pupil yang bulat dan teratur. Pupil yang tidak bulat dan teratur akibat
perlengketan iris dengan lensa/kornea (sinekkia). Lanjutkan pengkajian terhadap
reflek cahaya. Pupil yang normal akan berkontriksi secara reguler dan
konsentris,efek tidak langsung,pupil mengecil pada penyinaran mata
disebelahnya. Reaksi yang lambat atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada
kasus peningkatan tekanan intrakranial (bentuk normal: isokor, pupil yang
mengecil (<2mm) disebut miosis, amat kecil disebut : pinpoint,
sedangkan yang melebar (>5mm)disebut midriasis). Nyatakan
besarnya pupil dalam mm ( normalnya 2-5mm). Pemeriksaan pupil normal biasanya
didokumentasikan dan disingkat PERRLA : Pupil Equal Round and Reaktif to
Light and Accomodation (pupil seimbang, bulat, dan bereaksi terhadap cahaya
dan akomodasi).
3. Pengkajian
mata diagnostik
a) Pemeriksaan
fundus
Dengan
alat yang disebut oftalmoskop yang mempunyai tujuan untuk memeriksa bagian mata
sebelah dalam yang dinamakan fundus, yang meliputi retina, evaluasi diskus
optikus, pembuluh darah retina, karakteristik retina, area macula, dan humor
vitreus diskus. Tujuannya adalah untuk melihat susunan retina, melihat warna
retina apkah kemungkinan adanya perdarahan, mengamati pembuluh darah besar,
mengamati warna macula ( yang normalnya lebih terang dari retina ), warna,
batas dan pigmentasi diskus optikus ( normalnya berbebtuk melingkar, warna
merah muda agak pink, batas terang dan tetap dengan jumlah pigmen yg bervariasi
).
b) Pemeriksaan
ketajaman penglihatan ( visus )
·
Snellen chart, adalah salah satu dari beberaap lat srderhana yang digunakan
perawat untuk mencatat penglihatan jauh. Tulisan E atau C adalah yang sering
digunakan pada kartu denagn huruf tunggal. Ketajaman penglihatan diekspresikan
dalam rasio yang membandingkan dengan bagaimana seseorang dengan penglihatan
normal melihat dari jarak 20 kaki dengan yang dilihat klien dari jarak 20 kaki.
Ketajaman penglihatan 20/50 berarti klien dapat melihat 20 kaki jauhnya,
sedangkan orang normal mampu melihat 50 kaki jauhnya. Nilai 20/200 adalah batas
kebutaan legal. Klien seperti ini hanya dapat membaca dengan akurat huruf benar
di baris paling atas kartu Snellen ( Vaughan, 1999 ).
·
Uji penglihatan dekat, dilakukan pada klien yang
mengemukakan kesulitan membaca dan dan berusia kurang dari 40 tahun. Perawat
dapt memakai Koran dengan berbagai ukuran huruf atau kartu Jaerger untuk
menguji penglihatan. Kartu ini dipegang klien dengan jarak 35 cm dari mata.
Klien diinstruksikan untuk membaca huruf – huruf dalam kartu. Perawat mencatat
nilai jaeger yaitu baris terbawah tempat klien dapat mengindentifikasi lebih
dari setiap karakter. Tajam penglihatan diuji pada tiap mata ( monocular 0, dan
kemudian pada kedua mata secara bersama – sama ( binocular ).
·
Uji hitung jari, dilakukan apabila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar.
Perawat dapat menentukan ketajaman dari penglihatan pasien dengan cara
meletakan jari di depan pasien dan meminta pasien menghitung jari. Jika pasien
dapat menghitung atau melihat jari pemeriksa dari jarak 6 meter, maka visus
adalah 6/60 atau jarak 5 meter dengan visus 5/60.
·
Uji gerak tangan, dilakukan pada pasien yang tidak
dapat menghitung jari. Dapat dilakukan dengan cara menutup salah satu mata
klien dan sinar lampu diarahkan pada tangan perawat. Perawat menunjukan tiga
kemungkinan perintah, perintah tersebut adalah tegak berhenti, kiri ke kanan,
dan atas ke bawah. Perawat menggerakan tangan dengan perlahan dan tanyakan pada
klien “ ke arah mana tanagn saya sekarang”. Jika pasien dapat menjawab 3 dari 5
perintah ketajaman visus adalah 1/300 atau jark terjauh dimana pasien dapat
mengidentifikasi mayoritas perintah gerakan.
·
Uji persepsi cahaya ( light perception ), dilakukan pada psien yang tidak
dapat menditeksi gerak tangan. Dilakuakn pada lingkungan yang gelap, salah satu
mata pasien ditutup , arahkan sinar senter pada mata yang tidak ditutup selama
1 – 2 detik. Pasien diintruksikan mengatakan hidup pada saat sinar diterima dan
mati pada saat padam. Jika pasien menjawab benar 3 dari 5 perintah maka visus
adalah LP, dan yang tidak dapt menditeksi disebut Non Light Perception/ NLP.
c) Pengukuran
tekanan okuler
Tonometri adalah cara pengukuran
tekanan intra okuler dengan memakai alat – alat terkalibrasi yang melekukan
atau meratakan apeks kornea. Tonometer adalah alat yang digunakan untuk
memeriksa tekanan intraokuler ( TIO ). TIO normal adalah 10-21/24 mm Hg. Tonometri
harus dilakukan pada klien berusia 40 tahun. Ada dua jenis tonometri yang
digunakan untuk mengukur TIO yakni tonometer Schiotz dan tonometer Applanasi.
d) Tonometri
Schiozt, mengukur besarnya indentansi
kornea yang dihasilkan oleh beban atau gaya yang telah disiapkan. Makin lunak
mata, makin besar lekukan yang diakibatkan pada kornea.
e) Tonometri
Applanasi, adalah
satu dari metode yang paling popular dan akurat untuk pengukuran TIO. Kuantitas
kekuatan yang diperlukan dapat ditentukan. Dapat mengubah dan mengukur besarnya
beban yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban standar. Makin
tinggi TIO, makin besar beban yang dibutuhkan.
·
Pemeriksaan lapang pandang, menurut beberapa ahli merupakan
suatu pemeriksaan penglihatan perifer. Pemeriksaan medan penglihatan dapat
menghasilkan informasi yang mengungkapkan lesi di seluruh susunan optikus,
mulai dari nervus optikus, khiasma, traktus optikus, traktus genikulo kalkarina
pada tingkat lobus temporal, parietal dan oksipital. Tes konfrontasi, memakai jari sebagai objek yang harus
dilihat di dalam batas medan penglihatan. Perimeter, alat diagnostic yang berbentuk lengkungan, tes
dilakukan secara monocular. Objek yang dilihat oleh pasien dapat berwarna dan
berukuran kecil atau besar tergantung dari sifat informasi yang hendak
diungkapkan oleh tes perimeter ini.
·
Uji penglihatan warna, color vision yang normal sangat penting untuk pekerjaan
tertentu. Kurang lebih 8% pria dan 0,5% wanita mengalami kelainan color vision
congenital. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji color
vision ( Vaughan, 1999 ). Alat yang paling sering digunakan adalah ISHIHARA
Chart, yang berisi angka yang tersusun dari titik – titik berwarna, berada
dalam lingkaran yang juga tersusun dari titik – titik warna. Uji ini sensitive
untuk mendiagnosis buta warna merah atau hijau, tetapi tidak efektif untuk
menditeksi kelainan warna biru.
·
Uji otot ekstraokuler, meliputi tiga komponen yaitu corneal light reflex, the six
cardinal position of gaze and cover uncover test. Ketiganya untuk observasi
perawat terhadap paralisme mata dan kehalusan pergerakan mata. ( Smeltzer, 2002
).
f) Corneal
light reflex, menentukan
paralelisme atau kelurusan kedua mata. Kelemahan otot ekstraokuler dapat
menyebabkan deviasi okuler.
g) The six
cardinal position of gaze, menggerakan
bola mata ke enam arah utama, yaitu lateral, kanan atas ( temporal ), kanan
bawah, kiri klien, kiri atas, kiri bawah.
·
Diplopia, adalah pandangan ganda, selama transisi dari salah satu
posisi cardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atu lebih
otot ekstraokuler yang gagal berfungsi dengan benar.
·
Nistagmus, suatu gerakan involunter pada mata secara mendadak ireguler
seperti gerakan lirikanke posisi lateral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar